Memurnikan Tauhid Kepada Allah SWT

advertise here

Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya" (QS. Al Kahfi : 110)

Pembaca yang dirahmati oleh Allah SWT, tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak masyarakat sekitar kita yang mempercayai bahwa suatu benda atau seseorang dapat memberikan keberhasilan dan kesejahteraan. Terkadang justru jatuh dalam ketaatan yang buta kepada makhluk Allah yang lainnya.
Fenomena batu Giok dan batu Akik yang tengah marak sekarang ini pun jika tidak berhati-hati akan menggiring pada kesyirikan. Beberapa orang mungkin menjadikannya bisnis dan sekedar untuk menyalurkan hobby koleksi saja. Tetapi ada kalangan yang menjadikan batu-batuan ini menjadi semacam jimat keberuntungan atau pembuka rejeki, anggapan inilah yang harus kita waspadai. Karena sejatinya pemberi rejeki dan keberkahan hanyalah Allah SWT semata.
Pembaca yang baik, kita akan kembali pada hakikat ketauhidan kita kepada Allah. Terutama tauhid yang hanya mengesakan Allah SWT dalam segala perbuatan-Nya, seperti dalam hal mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, serta mengatur makhluk. Inilah Tauhid Rububiyah.

Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya Rabb kalian ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia tinggi di atas `Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam". (QS. Al-A'raf : 54)
"Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki". (QS. Asy Syura : 49)
"Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS. Al-Hadid: 2)

Pengertian Rabb Dalam Al Qur'an Dan As Sunnah

Rabb adalah bentuk mashdar yang berarti mengembangkan sesuatu dari satu keadaan pada keadaan lain, sampai pada keadaan yang sempurna.

Jadi Rabb adalah kata mashdar yang dipinjam untuk fa'il (pelaku). Kata-kata Ar-Rabb tidak disebut sendirian, kecuali untuk Allah yang menjamin kemashlahatan seluruh makhluk. Adapun jika diidhafahkan (ditambahkan kepada yang lain), maka hal itu bisa untuk Allah dan bisa untuk lain-Nya, Seperti firman Allah SWT dalam Surah Al Fatihah:2, “Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.”

Juga firman Allah SWT dalam surah Asy-Syu'ara:26, Musa Berkata (pula): "Rabb kamu dan Rabb nenek-nenek moyang kamu yang dahulu".
Rasulullah SAW bersabda dalam hadits, (tentang unta yang hilang), : "Sampai sang pemilik menemukannya.".

Maka jelaslah bahwa kata Rabb diperuntukkan untuk Allah jika ma'rifat dan mudhaf, sehingga kita mengatakan misalnya: "Ar-Rabbu" (Allah SWT) "Rabbul aalamin" (Penguasa semesta alam), atau "Rabbun naas" (Tuhan manusia) dan tidak diperuntukkan kepada selain Allah kecuali jika diidhafahkan, misalnya: "Rabbud daar" (tuan rumah), atau "Rabbul ibil" (pemilik unta) dan lainnya.
Makna "Rabbul aalamin" adalah Allah Pencipta alam semesta, Pemilik, Pengurus dan Pembimbing mereka dengan segala nikmat-Nya, serta dengan mengutus para rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya dan Pemberi balasan atas segala perbuatan makhluk-Nya.
Imam Ibnul Qoyyim berkata bahwa konsekuensi rububiyah adalah adanya perintah dan larangan kepada hamba, membalas yang berbuat baik dengan kebaikan, serta menghukum yang jahat atas kejahatannya.
Jadi jelas kan, bentuk penghambaan kepada Allah adalah meyakini bahwa Allah adalah Rabb semesta alam yang memiliki dunia ini. Melaksanakan semua yang diperintahkan, meninggalkan yang dilarang, melakukan kebaikan kepada sesama dan yang paling penting meyakini segala kehidupan serta kekayaan adalah milikNya. Bukan milik sebuah benda ataupun makhluk ciptaanNya.

Kaum Musyrikin Mengakui Tauhid rububiyyah dan Pandangan Mereka tentang Rabb

Tauhid inilah yang terpatri di dalam jiwa-jiwa manusia. Tidak ada seorangpun dari manusia yang menolak hal ini baik yang mukmin maupun yang kafir. Sebagaimana firman Allah SWT tentang orang-orang kafir: Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" tentu mereka akan menjawab: "Allah". Katakanlah : "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui. (QS. Luqman : 25)
Allah SWT juga berfirman tentang mereka dalam Surah Yusuf : 106
"Dan tidaklah sebahagian besar dari mereka beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)".
Keyakinan kaum musyrikin bahwa sembahan-sembahan mereka (hanya) dijadikan wasilah kepada Allah, bukannya mereka yang mencipta dan yang memberi rezeki.
Kaum musyrikin tidak pernah meyakini bahwa sembahan-sembahan mereka menjadi sekutu Allah dalam penciptaan, bahkan mereka meyakini bahwa hal itu (penciptaan) hanya milik Allah semata, dan (mereka meyakini) bahwa sembahan-sembahan mereka (hanya) dijadikan sebagai wasilah kepada Allah dan dijadikan sebagai pemberi syafa'at di sisi Allah. Allah SWT berfirman :
"Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar" (QS. Az-Zumar : 3)
Dari uraian di atas kita memahami bahwa Allah SWT menciptakan manusia dengan fitrah mengakui tauhid serta mengetahui Rabb Sang Pencipta, sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surah Ar Rum:30, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

Allah SWT juga berfirman dalam Surah Al A'raf : 172, “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)",

Jadi mengakui rububiyah Allah dan menerimanya adalah sesuatu yang fitri, sedangkan syirik adalah unsur yang datang kemudian. Rasulullah SAW bersabda : "Setiap bayi dilahirkan atas dasar fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Seandainya seorang manusia dibiarkan fitrahnya, pasti ia akan mengarah kepada tauhid yang dibawa oleh para Rasul, yang disebutkan oleh kitab-kitab suci dan ditunjukkan oleh alam. Akan tetapi bimbingan yang menyimpang dan lingkungan itulah faktor penyebab yang mengubah pandangan si bayi. Dari sanalah seorang anak manusia mengikuti “orang tuanya” dalam kesesatan dan penyimpangan. Allah SWT berfirman dalam hadits qudsi yang artinya : "Aku ciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan lurus bersih, maka syetanlah yang memalingkan mereka." (HR. Muslim dan Ahmad).

Maksudnya, memalingkan mereka kepada berhala-berhala dan menjadikan mereka itu sebagai tuhan selain Allah. Maka mereka jatuh dalam kesesatan, keterasingan, perpecahan dan perbedaan, karena masing-masing kelompok memiliki tuhan sendiri-sendiri. Ketika mereka berpaling dari Tuhan yang hak, maka mereka akan jatuh ke dalam tuhan-tuhan palsu, sebagaimana firman Allah dalam Surah Yunus:32, "Maka (Zat yang demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya, maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan."

Syirik dalam tauhid rububiyah, yakni dengan menetapkan adanya dua pencipta yang serupa dalam sifat dan perbuatannya, adalah mustahil. Akan tetapi sebagian kaum musyrikin meyakini bahwa tuhan-tuhan mereka memiliki sebagian kekuasaan dalam alam semesta ini. Syetan telah mempermainkan mereka dalam menyembah tuhan-tuhan tersebut, dan syetan mempermainkan setiap kelompok manusia berdasarkan kemampuan akal mereka.
Ada sekelompok orang yang diajak untuk meyembah orang-orang yang sudah mati dengan jalan membuat patung-patung mereka sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Nabi Nuh as. Ada pula sekelompok lain yang membuat berhala-berhala dalam bentuk planet-planet. Mereka menganggap planet-planet itu mempunyai pengaruh terhadap alam semesta dan isinya. Maka mereka membuatkan rumah-rumah untuknya serta memasang juru kuncinya. Mereka pun berselisih pandang tentang penyembahannya, ada yang menyembah matahari, ada yang menyembah bulan dan ada pula yang menyembah planet-planet lain, sampai mereka membuat piramida-piramida, dan masing-masing planet ada piramidanya sendiri-sendiri. Ada pula golongan yang menyembah api, yaitu kaum majusi. Juga ada kaum yang menyembah sapi, seperti yang ada di India, kelompok yang meyembah malaikat, kelompok yang menyembah pohon dan batu besar. Juga ada yang menyembah makam atau kuburan yang dikeramatkan. Semua ini penyebabnya karena mereka membayangkan dan menggambarkan benda-benda tersebut mempunyai sebagian dari sifat-sifat rububiyah. Ada pula yang menganggap berhala-berhala itu mewakili hal-hal yang ghaib. Imam Ibnul Qoyyim berpendapat :

"Pembuatan berhala pada mulanya adalah penggambaran terhadap tuhan yang ghaib, lalu mereka membuat patung berdasarkan bentuk dan rupanya agar bisa menjadi wakilnya serta mengganti kedudukannya. Kalau tidak begitu, maka sesungguhnya setiap orang yang berakal tidak mungkin akan memahat patung dengan tangannya sendiri kemudian meyakini dan mengatakan bahwa patung pahatannya sendiri itu adalah tuhan sembahannya"

Begitu pula para penyembah kuburan, baik dahulu maupun sekarang, mereka mengira orang-orang mati itu dapat membantu mereka, juga dapat menjadi perantara antara mereka dengan Allah dalam pemenuhan hajat-hajat mereka. Mereka mengatakan:

"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". (QS. Az-Zumar : 3).
"Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: 'Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". (QS. Yunus : 18).

Sebagian kaum musyrikin Arab dan Nasrani mengira tuhan-tuhan mereka adalah anak-anak Allah. Kaum musyrikin Arab menganggap malaikat adalah anak-anak perempuan Allah, sedangkan orang Nasrani menyembah Isa as atas dasar anggapan ia sebagai anak laki-laki Allah.
Pembaca buletin Hidayah yang baik, jelas bagi kita sekarang. Tidak ada jalan lain selain memurnikan ke-Tauhidan kepada Allah. Bersihkan diri dari kesyirikan, berikhtiar dalam jalan yang lurus serta berserah diri kepada Allah secara total. Wallahu’alam